Sabtu, 06 Agustus 2011

Sastrawan Tanah Minang, Marah Rusli


Jembatan besar di Padang tidak diberi nama Tembatan Moh Hatta, atau Huya Hamka, Imam Bonjol, H.Agus Salim atau nama-nama tokoh, sastrawan, Pahlawan nasional lainnya, tetapi diberi nama JEMBATAN SITI NURBAYA, ya SITI NURBAYA, tokoh dalam Legenda di Tanah Minang

MARAH RUSLI

Tanah Minang, adalah pemasok sastrawan Nusantara, selain Jogya & Solo. Ada Rosihan Anwar, Buya Hamka, Taufiq Ismail dan Marah Rusli, sang sastrawan, pengarang novel SITI NURBAYA, bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar, Ia dilahirkan di Padang. Dalam sejarah sastra Indonesia, Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan diberi gelar oleh H.B. Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Setelah lebih delapan puluh tahun novel itu dilahirkan, Siti Nurbaya tetap diingat dan dibicarakan. Roman Siti Nurbaya, mendapat hadiah tahunan dalam bidang sastra dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969.
Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua, tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya. Sikap yang sama yang ia tuangkan dalam roman karyanya.
Meski lebih terkenal sebagai sastrawan, Marah Rusli sebenarnya adalah dokter hewan dan tetap menekuni profesinya sebagai dokter hewan hingga pensiun pada tahun 1952. Marah Rusli menjadi sastrawan karena hobby yang sudah tumbuh sejak ia masih kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di Sumatera Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra.
Marah Rusli yang berpendidikan tinggi, ia melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Hal itu melahirkan pemberontakan dalam hatinya yang dituangkannya ke dalam karyanya, Siti Nurbaya. Ia ingin melepaskan masyarakatnya dari belenggu adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keinginannya.
Dalam Siti Nurbaya, telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada emansipasi wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akan hak-haknya, apakah ia hanya menyerah karena tuntutan adat (dan tekanan orang tua) ataukah ia harus mempertahankan yang diinginkannya. Ceritanya menggugah dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Kesan itulah yang terus melekat hingga sampai kini. 
Jembatan besar di Padang, di daerah Muara, diberinama JEMBATAN SITI NURBAYA.
INSPIRASI:
Karya Marah Rusli melegenda, karena bukan sekedar roman picisan, novel cinta, tetapi sebenarnya merupakan ide-ide sosial pembaharuan adat menuju kehidupan yang lebih baik bagi pria dan wanita dalam kesetaraan dan hak-hak pribadi seperti menentukan pasangan hidup.
Saya menyimak keberhasilan sastrawan dunia, di berbagai negara dan menemukan kesamaan, mereka bukan sekedar menulis roman sebagai hiburan, namun mendia untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang universal, dan itulah yang tidak usang oleh zaman.
Karena itu, apapun status sosial dan pekerjaan kita, jaringan yang kita kuasai, media yang bisa kita masuki, mari kita kerahkan sebagai sarana untuk memberi dampak bagi orang lain, membawa perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, damai, aman, bagi semua golongan. Membawa warna bagi bumi, untuk dihuni bersama secara lebih baik, lebih mulia sebagai manusia, ciptaan tertinggi, serupa dengan gambar Sang Pencipta. Salam Dahsyat … Luar Biasa !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar